KONSELING SELF
(KONSELF)
A. Pengantar Konseling Self
Konseling yang berpusat pada
klien (client-centreted) sering pula disebut dengan konseling teori diri (self
theory), konseling non-direktif dan konseling Rogerian. Konseling self
(client-Centred) ini dipelopori oleh Rogers. Menurut Rogers konseling dan psikoterapi
tidak mempunyai perbedaan. Konseling yang berpusat pada klien berkembang dengan
pesat di Amerika Serikat dan diterima sebagai konsep dan alat baru dalam terapi
yang diterapkan tidak hanya bagi orang dewasa akan tetapi juga bagi remaja dan
anak-anak. Adapun asumsi tentang manusia menurut Konseling self ini adalah
sebagai berikut :
a. Manusia adalah rasional,
tersosialisasikan dan dapat menentukan nasibnya sendiri.
b. Dalam kondisi yang memungkinkan,
manusia akan mampu mengarahkan diri sendiri, maju dan menjadi individu yang
positif dan konstruktif.
B. Teori Kepribadian
1. Struktur Kepribadian meliputi
komponen OLS:
a. Organisme :
·
Merupakan keseluruhan dari seseorang: keberadaan
pikirannya, tingkahlakunya, dan jasmaniahnya. Organisme bertindak sebagai satu
kesatuan dalam memenuhi kebutuhannya.
·
Kebutuhan dasar adalah beraktualisasi diri, yaitu: dorongan untuk membesar, meluas,
berkembang dan matang.
·
Organisme mendambakan berkembang secara penuh dan
terbebas dari kontrol eksternal.
·
Organisme bertindak dalam kesadaran
b. Lapangan Fenomenal: segala sesuatu yang dialami
seseorang baik yang bersifat eksternal maupun internal, yaitu hal-hal yang dipersepsinya dan dianggapnya penting.
c. Self: bagian dari lapangan fenomenal yang meliputi persepsi
dan nilai-nilai tentang diri sendiri (“aku”)
2. Kepribadian
a. Merupakan hasil dari interaksi
terus menerus antara organisme, lapangan fenomenal dan self.
b. Selalu dalam keadaan berkembang.
C. Perkembangan Kepribadian
a. Organisme valuing process (OVP) : proses penilaian (sejak bayi
dan berlangsung terus menerus):
·
Hal-hal yang dipersepsi tidak memenuhi kebutuhan dianggap sebagai sesuatu yang negative.
·
Hal-hal yang dipersepsi memenuhi kebutuhan dianggap sebagai sesuatu yang positif.
b. Positive regard from other (PRO): proses mengadopsi nilai-nilai
dari orang lain selanjutnya, menilai diri sendiri berdasarkan penilaian orang
lain.
c. Self regard (SRG): pandangan terhadap diri sendiri
didasarkan pada persepsinya atas penilaian orang lain terhadap dirinya. Dalam
hal ini individu menilai tingkah lakunya sendiri berdasarkan penilaian orang
lain, tanpa peduli apakah menurut diri sendiri tingkah laku itu baik atau
buruk. Self regard ini memaksakan
nilai-nilai dari orang lain terhadap self.
d. Condition of worth (COW): Kondisi ini menunjukkan
individu tidak mampu menilai diri sendiri dengan kaca mata positif, kecuali
berdasarkan nilai-nilai yang dipaksakan itu, tak peduli hal itu menyenangkan
atau tidak. Bahkan dalam kondisi seperti itu individu dapat menilai sesuatu
sebagai positif, padahal itu tidak menyenangkan bagi dirinya,
dan menilai negatif, padahal
menyenangkan.
D. Perkembangan Kepribadian Salah
Suai
a. Adanya ketidakseimbangan atau
ketidaksesuaian antara pengalaman organismik
dan self yang menyebabkan
individu merasa dirinya rapuh dan mengalami salah suai.
b. Karakteristik kepribadia salah
suai :
·
Estrangement : membenarkan apa yang sesunghunya oleh
diri sendiri dirasakan tidak mengenakkan.
·
Incongruity in behavior : ketidaksesuaian tingkah laku
karena COW, hal ii sering menimbulkan kecemasan.
·
Kecemasan : kondisi yang ditimbulkan oleh adanya
ancaman terhadap kesadaran tentang diri sendiri.
·
Defense mechanism (DM): tindakan yang diambil oleh
individu agar tampak konsisten terhadap struktur self (yang salah itu).
·
Gejala tingkah laku salah suai :
·
Kecemasan atau ketegangan terus menerus.
·
Tingkah laku yang rigid – tidak luwes.
·
Menolak situasi baru.
·
Salah dalam memperkirakan.
·
Menolak untuk menyadari pengalaman-pengalamannya
sendiri.
·
Tingkah lakunya tidak terduga.
·
Sering tidak rasional.
·
Tidak mampu mengontrol dirinya sendiri.
E. Tujuan dan Proses Konseling
a. Tujuan
1. Pada dasarnya :
·
Klien sendiri yang menentukan tujuan konseling.
·
Membantu klien menjadi lebih matang dan kembali
melakukan self-actualization (SA)
dengan menghilangkan hambatan-hambatannya.
2. Secara lebih khusus : membebaskan
klien dari lingkungan tingkah laku (yang dipelajarinya) selama ini, yang
semuanya itu membuat dirinya palsu dan terganggu dalam SA-nya .
b. Proses Konseling
·
Klien merasa nyaman berada bersama konselor, karena
konselor tidak pernah merespon negatif unconditional
positif regard (UPR).
·
Klien didorong untuk sebanyak mungkin menggunakan kata
ganti “saya”.
·
Klien didorong untuk melihat pengalaman-pengalaman nya
dari sudut yang lebih realistic.
·
Klien mengekspresikan perasaan yang benar-benar ia
rasakan.
·
Klien didorong untuk kembali menjadi dirinya sendiri.
F. Situasi Konseling
1. Kondisi yang diperlukan untuk
proses konseling :
·
Psychological contact (secara minimum harus ada).
·
Minimum state of anxiety (MSA) : apabila klien merasa tidak
enak dengan keadaannya sekarang maka ia cenderung berkehendak untuk mengubah
dirinya.
·
Conselor genuiness : jujur, tulus, tanpa pamrih.
·
Unconditioned positive regard and
respect
: Penghargaan yang tulus kepada klien (KTPS).
·
Emphatic understanding : konselor benar-benar memahami
kondisi internal klien, merasakan jika seandainya konselor sendiri yang menjadi
klien.
·
Client perception : klien perlu merasakan bahwa
kondisi-kondisi diatas memang ada.
·
Concretness, immediacy, and
confrontation : ini merupakan teknik-teknik khusus dalam proses konseling.
2. Pendekatan “jika-maka” (PJM)
·
Jika konselor mampu menciptakan
kondisi-kondisi di atas, maka proses
konseling dapat terjadi
·
Jika proses konseling dapat terjadi, maka suatu hal nyata (yaitu perubahan
pada diri klien) akan dapat diraih. Hasil ini mengacu pada kembalinya klien ke
jalan menuju SA.
3. Penerapan :
·
Konselor menjadi alter ego bagi klien.
·
Tanggung jawab dalam hubugan konseling diletakkan pada
klien, bukan pada konselor.
·
Waktu perlu dibatasi, hal ini disampaikan kepada
klien.
·
Fokus kegiatan konseling adalah terhadap individu
klien, bukan terhadap masalah.
·
Menekankan asas kekinian: disini dan sekarang.
·
Diagnosis oleh konselor tidak perlu, klien
mendiagnosis diri sendiri.
·
Lebih menekankan aspek-aspek emosional dari pada
intelektual.
·
Konselor tidak perlu memberikan berbagai informasi
kepada klien.
·
Tes dipergunakan dengan amat sangat terbatas.
G. Kekuatan dan Kelemahan
1. Kekuatan
·
Pemusatan pada klien
bukan pada konselor dalam konseling.
·
Identifikasi dan penekanan hubungan konseling sebagai
wahana utama dalam merubah kepribadian.
·
Lebih menekankan pada sikap konselor dari pada teknik.
·
Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan
penemuan kuantitatif.
·
Penekanan emosi, perasaan dan afektif dalam konseling.
2. Kelemahan
·
Terlalu menekankan pada aspek afektif, emosional,
perasaan sebagai penentu perilaku, tetapi merupakan faktor intelektif, kognitif
dan rasional.
·
Penggunaan teori untuk membantu klien tidak sesuai
dengan teori.
·
Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri
dirasa terlalu luas, umum dan longgar sehingga sulit untuk menilai setiap
individu.
·
Tujuan ditetapkan oleh klien, tetapi tujuan konseling
kadang-kadang dibuat tergantung lokasi konselor dan klien.
·
Meskipun terbukti bahwa konseling client centered
diakui efektif, tapi bukti-bkti tidak cukup sistematik dan lengkap terutama
yang berkaitan dengan klien yang kecil tanggung jawabnya.
·
Sulit bagi konselor untuk benar-benar bersifat netral
dalam situasi hubungan interpersonal.
Sumber :
Mohamad. Surya. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka
Bani Quraisy