Banner 468 x 60px

 

Monday, September 30, 2013

Konseling Psikologi Individual (KOPSIN)

0 komentar

KONSELING PSIKOLOGI INDIVIDUAL
(KOPSIN)

A.    Pengantar Konseling psikologi individual

Model konseling psikologi individual dipelopori oleh Alfred Addler. Model konseling psikologi individual didasarkan atas pandangan holistic mengenai pribadi manusia. Kata individual berarti bahwa manusia dipandang sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena itu manusia juga tidak terpisah menjadi bagian-bagian, maka kepribadian itu dipandang sebagai suatu kesatuan atau keseluruhan yang tidak dapat dipisahkan.
Salah satu implikasi dari pandangan tersebut adalah bahwa klien seyogyanya dipandang sebagai suatu bagian terpadu dalam system social. Psokologi individual tertumpu pada keyakinan pokok bahwa kebahagiaan dan keberhasilan seseorang pada umumnya berkaitan dengan keterikatan social. Alder berpendapat bahwa manusia mempunyai kebutuhan yang kuat untuk merasa bersatu dengan orang lain.
Manusia memiliki kebutuhan yang kuat untuk menempati dan menemukan tempat yang berarti dalam masyarakat. Tiadanya perasaan untuk mendapatkan tempat dan diterima oleh orang lain merupakan salah satu musibah yang paling hebat terhadap perasaan manusia (Rochman Natawidjaja; 1987). Manusia itu tidak hanya membutuhkan orang lain, manusia juga mempunyai perasaan untuk diterima oleh orang lain.

B.   Pandangan Tentang Manusia

1.     Manusia tidak semata-mata bertujuan memuaskan dorongan-dorongannya, tetapi secara jelas juga termotivasi untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan pemenuhan kebutuhan untuk mencapai susuatu.

2.     Tingkah laku individu ditentukan oleh: lingkungan, pembawaan, dan individu itu sendiri.
3.     Tingkah laku tidak ditentukan oleh kejadian yang diluar individu, melainkan oleh bagaimana individu mempersepsi dan meng-interpretasikan kejadian itu:
a.     Persepsi dan interpretasi itu membentuk fiksi yang menjadi tujuan bagi tingkah laku individu --- fictional goal (fg).
b.     Life goal (lg): fictional goal menjadi arah dari tingkah laku individu untuk mengatasi kelemahannya dalam menghadapi dunianya. --- fictional goal menjadi life goal.
c.     Life style (ls): life goal yang menjadi arah tingkah laku itu lebih jauh akan membentuk life style.
d.     Social interest (si): manusia dilahirkan sebagai makhluk social dan adapun yang dilakukannya selalu dalam hubungannya dengan kelompok social.

C.   Kepribadian
1.  Perkembangan Kepribadian
a.     Dasar kepribadian terbentuk pada usia empat – lima tahun pertama.
b.     Pada awalnya manusia dilahirkan dengan feeling of inferiority (foi) yang selanjutnya menjadi dorongan bagi perjuangannya kea rah feeling of superiority (fos).
c.      Anak-anak menghadapi lingkungannya dengan kemampuan dasarnya dan menginterpretasikan lingkungannya itu dan pada saat itu juga social interest-nya juga berkembang.
d.     Selanjutnya terbentuklah life style yang unik pada masing-masing individu --- human individuality yang bersifat: self-deterministik, teleologis, dan holistic.
e.      Sekali terbentuk life style sukar untuk berubah; perubahannya akan membawa kepedihan.

2.   Individu sukar menyadari sepenuhnya life style-nya sendiri, untuk menjelaskannya biasanya diperlukan orang lain.

C.    Perkembangan kepribadian
Pada periode umur empat sampai lima tahun merupakan saat yang menjadi dasar yang sangat menentukan perkembangan kepribadian seseorang. Adler meyakini bahwa setiap orang dilahirkan dengan dilengkapi “feeling of inferiority” (rasa rendah diri), namun dibalik itu ada dorongan untuk menjadi superiority (rasa diri lebih).
Dengan adanya feeling of inferiority, timbul keinginan untuk menjadi superiority. Dengan demikian orang yang menyadari dirinya memiliki kekurangan apabila dibandingkan dengan orang lain akan berusaha untuk lebih maju. Menurut Rochman Natawidjaja (1987), perasaan rendah diri itu dapat merupakan sumber kreativitas; tujuan hidup adalah kesempurnaan dan bukan kesenangan.
Perjuangan mencapai superiority itu mendorong usaha-usaha dalam diri individu. Gerald Corey (1988), menguraikan bahwa orang mencoba mengatasi inferioritas dasarnya dengan kekuasaan. Dengan berusaha untuk mencapai superioritas, ia ingin mengubah kelemahan dengan kekuatan atau mencoba mencapai keunggulan pada suatu bidangsebagai kompensasi dari kekurangannya dibidang-bidang lain.

D.    Perkembangan kepribadian salah suai
Pada dasarnya keabnormalan kepribadian seseorang disebabkan oleh inferiority feeling. Inferiority feeling yang tidak ditanggulangi dengan baik atau dibesar-besarkan serta berlangsung secara tidak wajar akan dapat menimbulkan bibit ketidak normalan, apalagi dibarengi dengan: (1) kecacatan fisik maupun mental, (2) perlakuan orang tua yang tidak wajar, dan (3) apabila anak diterlantarkan.
Susunan dalam keluarga dapat memperkuat perasaan rendah diri pada anak. Anak sulung yang diberi perhatian yang banyak sampai anak ke dua lahir memiliki kemungkinan menjadi diterlantarkan sehingga dia bisa mengembangkan kebencian pada orang lain dan merasa diri tidak aman. Anak bungsu cenderung menjadi manja dan takut bersaing dengan kakaknya. Sedangkan anak tunggal dimanjakan oleh orang tuanya dan memiliki kemungkinan menghabiskan sisa hidupnya dengan usaha memperoleh kembali kedudukan yang menyenangkan.

E.   Tujuan konseling

1.    mengubah konsep tentang diri klien sendiri. Individu yang mengalami masalah sebetulnya disebabkan oleh karena konsep diri yang dimilikinya bersifat negative, dalam arti dia sering melihat dirinya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
2.    melalui perubahan konsep diri sendiri, diharapkan akan dapat berubah pula fisiknya.
3.    dari perubahan fisiknya diharapkan akan berubah pula gaya hidup dan akhir dapat diubah tingkah lakunya.

F.     Proses konseling
Untuk menganalisis tingkah laku klien, konselor hendaklah memperhatikan kaitan antara tingkah laku tersebut dengan aspek lainnya dari diri individu. Sejumlah aspek yang perlu dipahami oleh konselor, direkomendasika oleh Hansen (1977) sebagai berikut:
1.      tingkah laku holistic (yaitu tingkah laku yang ada sangkut pautnya atau tidak berdiri sendiri), hanya dapat dimengerti dalam kesatuannya.
2.      pentingnya suatu tingkah laku itu tergantung pada hubungan dengan akibat yang ditimbulkannya. Dalam proses konseling, tidak semua tingkah laku ditelusuri, namun konselor hanya mengungkap bagian penting saja dari tingkah laku, khususnya yang menjadi penyebab timbulnya salah suai tersebut.
3.      sebagai makhluk sosial, tingkah laku individu itu hanya bisa dimengerti dalam kaitan dengan hal-hal yang bersifat social
4.      motifasi individu hanya dapat dimengerti dengan baik apabila dipandang dari bagaimana individu mencari pengakuan dari orang lain akan tingkah laku yang ditampilkannya.
5.      tingkah laku individu selalu diarahkan pada tujuan tertentu.
6.      rasa memiliki dan dimiliki adalah sesuatu yang mendasar bagi keberadaan manusia. Dengan demikian tingkah laku individu sering ditentukan oleh rasa ini.
Penyelenggaraan konseling model psikologi individual ini, para konselor perlu memperhatikan aspek hubungan antara konselor dank lien. Hubungan baik keduanya akan banyak mendukung bagi pencapaian keberhasilan konseling. Untuk itu beberapa hal yang dapat dipedomani oleh konselor menurut Hansen (1977) adalah:
1.        harus berwujud hubungan social yang akrab antara konselor dank lien, dan jangan sampai terjadi kesalah pahaman atau pertengkaran.
2.        konselor hendaklah mendengan dan memahami dengan lembut apa-apa yang disampaikan klien.
3.        proses konseling hendaklah melalui tahap-tahap berikut:
a.         konselor mencoba berusaha untuk mengerti tujuan-tujuan hidup dan gaya hidup klien.
b.         Kemudian konselor berusaha menganalisis dan menafsirkan tingkah laku klien.
c.         Menganalisis permasalahan itu dalam kaitannya dengan minat social klien.

G.    Teknik konseling
Teknik konseling yang digunakan oleh konselor adalah:
a.         Teknik komparatif. Dalam teknik ini konselor melakukan perbandingan dirinya dengan konselor. Dengan empati, konselor mencoba membayangkan gaya hidup dan masalah klien dalam dirinya. Atas dasar itu konselor kemudian membantu klien untuk memperbaiki gaya hidup dan memecahkan masalah klien.
b.         Teknik analisis mimpi. Menurut Adler, mimpi merupakan refleksi gambaran tujuan hidup klien. Dengan menganalisis mimpi yang dialami klien maka konselor dapat memperkirakan tujuan hidup klien. Atas dasar itu kemudian konselor membantu klien.
Selain itu ada beberapa fase yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan konseling berdasarkan model ini, yaitu menciptakan hubungan (fase I), menggali dinamika individual (fase II), memberi semangat untuk pemahaman (fase III), menolong agar bisa berorientasi ulang (fase IV) .
Fase membina hubungan akan sangat menentukan proses konseling selanjutnya hingga menentukan fase selanjutnya yaitu menggali dinamika individu. Dinamika individu harus digali untuk mengetahui gaya hidup dan pemecahan masalah yang tepat bagi individu. Hal-hal yang digali diantaranya adalah konstelasi keluarga berupa urut-urutan kelahiran, karena hal itu mempunya pengaru yang besar dalam membentuk gaya hidup individu. Selanjutnya pengalaman sewaktu usia antara empat hingga enam tahun atau berbagai kenangan masa kecil. Mimpi yang sering dialami karena bagi Adlerian hal itu menggambarkan prioritas dan keinginan. Mengenai prioritas itu sendiri klien diarahkan untuk menilai mana prioritas yang lebih utama dalam hidupnya.
Proses selanjutnya klien diberi semangat, dorongan dan pemahaman untuk memupuk semangat dan kepercayaan dirinya kembali, karena diri atau self membutuhkan hal itu. Terakhir adalah menolong agar bisa berorientasi ulang yang difokuskan untuk mendorong klien agar bisa melihat alternatif yang baru dan lebih fungsional. Klien didorong semangatnya dan sekaligus ditantang untuk mengembangkan keberaniannya mengambil resiko dan membuat perubahan yang baik dalam hidupnya.

1.         Menganalisis gaya hidup klien. Kegiatan yang termasuk dalam hal ini adalah:
a.         konselor harus sampai pada kenyataan tentang factor-faktor yang meyakinkan akan mempengaruhi kepribadian klien sampai dia mengalami masalah hingga saat konseling berlangsung.
b.        Pemahaman yang sebenarnya tentang pola-pola tingkah lakunya selama ini secara nyata, untuk menemukan kesenjangan.
c.         Konselor harus sampai dapat membandingkan konstelasi (keadaan) keluarga dimana klien hidup dengan yang seharusnya, sebab semua itu akan mempengaruhitingkah laku klien.
d.        Konselor harus bisa menyampaikan penafsirannya kepada klien, tentang hubungan apa yang diperolehnya dari butir a, b, dan c tersebut.
2.         Menginterpretasikan ingatan-ingatan masa lampau yang lebih ada kaitannya dengan kondisi sekarang, yaitu keadaan pada waktu berumur dibawah 10 tahun. Keadaan masa lampau itu diperkirakan akan berpengaruh pada masa sekarang, khususnya pembentukan kepribadian yang abnormal.
3.         dengan penafsiran tersebut diharapkan persepsi klien berubah, dan pada akhirnya dia dapat mengubah tingkah lakunya, sehingga sesuai dengan keadaan sekarang.
   H.    Kekuatan dan Kelemahan Konseling Psikologi Individual

a.         Kekuatan
-            Keyakinan yang optimistik bahwa setiap orang dapat berubah, dapat mencapai sesuatu, arah evaluasi manusia bersifat positif
-            Penekanan hubungan konseling sebagai suatu media untuk mengubah klien
-            Menekankan bahwa masyarakat tidak sakit atau salah, akan tetapi manusianya yang sakit atau salah
-            Menekankan bahwa kekuatan sebagai pusat pendorong perilaku

b.        Kelemahan
-            Terlalu banyak menekankan pada tilikan intelektual dalam upaya perubahan
-            Penekanan yang berlebihan pada pengalaman, nilai, dan minat subyektif sebagai penentu perilaku
-            Minimalkan faktor biologis dan riwayat masa lalu
-            Terlalu banyak menekankan tanggung jawab pada keterampilan diagnostik konselor.

SUMBER:
Mohamad Surya. 2003. Teori-Teori Konseling. Bandung: Pustaka Bani Quraisy

Prayitno. 1998. Konseling Pancawaskita. Padang: FIP UNP
Corey, Gerald. (2007). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Refika Aditama. Bandung.
Jones, Richard Nelson. (2011). Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Komalasari, Gantina., dkk. (2011) Teori dan Teknik Konseling. PT Indeks, Jakarta.
Prayitno. (1998).  Konseling Panca Waskita, PSBK. FIP IKIP Padang
Taufik. 2002. Model-model Konseling. Padang: BK FIP UNP.
WS. Winkel & M.M Sri Hastuti (2005), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Media Abdi; Yogyakarta

Baca Juga yang Terkait di Sini


0 komentar:

Post a Comment