KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis
ucapkan atas kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul
“Memahami Makna Budaya”.
Dalam penulisan
makalah ini bertujuan sebagai bahan pengetahuan bagi mahasiswa sebagai calon
seorang konselor yaitu memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku
individu dan kelompok. Dengan adanya pengetahuan tersebut mahasiswa dapat
memahami dan menunjukan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang
antara konselor dan klien.
Penulis
menyadari penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penulisan
yang akan datang.
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul
Kata Pengantar .................................................................................................. i
Daftar Isi
............................................................................................................. ii
BAB
I
PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
BAB II MEMAHAMI MAKNA BUDAYA.................................................. 3
A. Pengertian Budaya ......................................................................... 3
B. Makna Lintas Budaya .................................................................... 6
C. Anthropologi .................................................................................. 8
D. Psikologi dan Sosiologi .................................................................. 9
BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 11
A. Kesimpulan .................................................................................... 11
B. Saran............................................................................................... 11
Daftar Pustaka
................................................................................................... 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu
lajunya perkembangan peradaban manusia, yang berdampak pada mobilitas penduduk,
modal, nilai dan ideologi dsb. dari suatu tempat ke tempat yang lain.
Akibatnya, tercipta suatu pemukiman dengan beragam budaya. Keragaman budaya ini
pada kondisi normal dapat menumbuhkan keharmonisan hidup, namun dalam kondisi bermasalah
dapat menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dan penyesuaian antar budaya.
Adanya keragama budaya merupakan realitas hidup, yang
tidak dapat dipungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas
manusia, yang termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu,
dalam melakukan konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang
ada. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam praktek konseling masih
sangat kurang. Hal ini sangat berbahaya konseling yang tidak mempertimbangkan
budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freire, pendidikan yang
tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran budaya
harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih mengena.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang tedapat di dalam latar belakang
masalah, maka yang menjadi rumusan masalah di sini adalah:
1.
Apa yang dimaksud dengan budaya ?
2.
Apa yang dimaksud dengan lintas budaya?
3.
Bagaimana hubungan konseling lintas
budaya dengan ilmu lain ?
C. Tujuan
Sesuai dengan apa yang terdapat dalam latar belakang
masalah, rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini
adalah:
1.
Memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang konsep budaya.
2.
Memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang konsep konseling lintas budaya.
3.
Memberikan pemahaman dan pengetahuan
tentang hubungan konseling lintas budaya dengan ilmu lain..
BAB
II
MEMAHAMI
MAKNA BUDAYA
1.
Pengertian
Budaya
Istilah budaya berasal dari kata “budaya” yang berarti
“pikiran, akal, budi, adat istiadat yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga
sukar untuk diubah”. Kebudayaan itu sendiri berarti “hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kesenian, kepercayaan dan adat
istiadat” (kamus besar bahasa Indonesia, 1998:149). Menurut Koetjaraningrat
(1997: 94) menjelaskan budaya dapat dimaknai sebagai keseluruhan sistem
gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari hasil belajar
dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia itu sendiri. Berkaitan
dengan hal itu, tingkah laku individu sebgai anggota masyarakat terkait dengan
budaya yang diwujudkan dalam berbagai pranata. Pranata tersebut berfungsi
sebagai mekanisme kontrol bagi tingkahlaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia tidak dapat terlepas dari budaya,
keduanya saling memberikan pengaruh. Pengaruh budaya terhadap kepribadian
individu akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana hubungan
manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh ilmu
antropologi. Sedangkan bagaimana individu berperilaku akan banyak disoroti dari
sudut tinjauan psikologi. Manusia adalah miniatur kebudayaannya. Oleh karena
itu, tingkah laku manusia perlu dijelaskan bukan hanya dari sudut pandang
individu itu sendiri, melainkan juga dari sudut pandang budayanya, outside dan
within him (Kneller, 1978). Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta aktif
suatu kelompok sosial, organisasi, budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia
memiliki ciri-ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari konteks sosialnya.
Sebaliknya sebagai pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya
kepada perkembangan budayanya (Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979).
Tokoh pendidikan nasional bapak Ki Hajar Dewantara
(1977) memberikan definisi budaya sebagai berikut: Budaya berarti buah budi
manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni
alam dan jaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup
manusia untuk mengatasi berbagai bagal rintangan dan kesukaran didalam hidup
penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yang pada lahirnya
bersifat tertib dan damai.
Pendapat Ki Hajar Dewantara diperkuat oleh Soekanto
(1997) dan Ahmadi (1996) yang mengarahkan budaya dari bahasa sanskerta yaitu
buddhayah yang merupakan suatu bentuk jamak kata "buddhi" yang
berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal hal yang bersangkutan
dengan budi atau akal". Lebih ringkas, Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, mendefinisikan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta
masyarakat. Dari definisi di atas, tampak bahwa suatu budaya tertentu akan
mempengaruhi kehidupan masyarakat tertentu (walau bagaimanapun kecilnya). Dalam
pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:
1. Merupakan produk budidaya manusia,
2. Menentukan ciri seseorang,
3. Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan
penerapkan prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling
akan terjadi hubungan antara satu dengan individu lainnya (konselor dengan
klien). Dalam hal ini individu tersebut berasal dari lingkungan yang berbeda
dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu dalam proses konseling
tidak dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Lebih jelas Clemon E. Vontres mengemukakan bahwa jika
konselor dan klien merasakan persamaan budaya meskipun sebenarnya secara budaya
mereka berbeda maka interaksi tersebut tidak boleh dinamakan konseling lintas
budaya. Sebaliknya jika konselor dan klien secara budaya sama tetapi
masing-masing mereka merasa berbeda budaya maka interaksinya dapat dinamakan
lintas budaya. Jadi dalam konseling lintas budaya, yang menjadi standar adalah
interaksi yang terjadi dalam hubungan konseling dan bagaimana interaksi
dirasakan serta dihayati oleh konselor dan klien. Jika dalam interaksi itu
dirasakan adanya perbedaan-perbedaan secara budaya maka interaksi tersebut
dinamakan konseling lintas budaya. Dengan demikian dalam konseling lintas
budaya perbedaan antara konselor dan klien bukan hanya terletak pada adanya
perbedaan bangsa saja, tetapi juga mencakup perbedaan aspek-aspek kebudayaan
yang lebih luas.
B. Makna Lintas
Budaya
Lintas Budaya dekat sekali dengan isu-isu otonomi
daerah, pluralisme ada multikulturalisme yang sedang hangat saat ini. Itu tidak
hanya mengandung unsur-unsur kelokalan tapi juga bisa dikategorikan studi
hubungan internasional apabila levelnya adalah internasional dan lintas negara.
Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku
manusia dan proses mental, termasuk variabilitas dan invarian, di bawah kondisi
budaya yang beragam. Melalui memperluas metodologi penelitian untuk mengenali
variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, ia berusaha untuk
memperpanjang, mengembangkan dan mengubah psikologi.
Menurut Seggal, Dasen dan Poortinga (1990) psikologi
lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya,
sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini mengarahkan perhatian pada
dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara
perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku terjadi.
Menurut Triandis, Malpass dan Davidson (1972)
psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber
dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang
ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori
psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi
universal. Sementara Brislin, Lonner dan Thorndike (1973) menyatakan bahwa
psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok
budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah
perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980)
mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik
mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam
budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan
perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Dalam
mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas dari
istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu telah disajikan
secara lengkap mengenai pengertian konseling dan pengertian budaya.
Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen
pokok yaitu:
1)
Adanya hubungan,
2)
Adanya dua individu atau lebih,
3)
Adanya proses,
4)
Membantu individu dalam memecahkan
masalah dan membuat keputusan.
Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen
yaitu :
1)
Merupakan produk budidaya manusia,
2)
Menentukan ciri seseorang,
3)
Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari
budayanya.
Konseling
lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu hubungan
konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang
budaya, nilai nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991;
Atkinson, dalam Herr, 1939). Definisi singkat yang disampaikan oleh Sue dan
Atkinson tersebut ternyata telah memberikan definisi konseling lintas budaya
secara luas dan menyeluruh.
C. Antropologi
Antropologi
berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti manusia
atau orang, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia
sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Menurut
Koentjaraningrat, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta
kebudayaan yang dihasilkan.
Jadi
perbedaan Psikologi lintas budaya dengan Antropologi adalah Psikologi lintas
budaya melihat persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara
psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik sedangkan Antropologi
melihat bagaimana manusia dalam suatu masyarakat melahirkan suatu kebudayaan.
D. Psikologi dan Sosiologi
Psikologi
berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata psyche berarti
jiwa dan logos berarti ilmu dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu
secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada
manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku
dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai
ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
Sosiologi
ilmu yang mempelajari apa yang sedang terjadi saat ini, sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.
Contoh :
kebudayaan hindu budha adanya kontak dagang antara indonesia dengan india maka
mengakibatkan adanya kontak budaya yang menghasilkan bentuk-bentuk akulturasi
kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kebudayaan sendiri.
Dalam
bimbingan konseling lintas budaya, ketiga disiplin ilmu tersebut yaitu
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan
mempelajari aneka warna,
bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan
yang dihasilkan.Dan Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari
struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Serta
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Dan ketiga
disiplin ilmu tersebut memiliki sumbangsi yang sangat besar sekali kepada
konselor, dalam bimbingan dan konseling sudah barang tentu konselor atau klien
memiliki corak budaya yang berbeda, maka sangatlah penting sekali konselor
memahami manusia sebagai mahkluk yang berbudaya dan budaya ini akan tercermin
dalam bentuk tingkah laku individu.
Pada
prinsipnya semua ini merupakan cara untuk menghindari “Encapsulated”
pada diri konselor yaitu konselor yang berkungkung pada budaya sendiri,
sehingga setiap masalah yang terjadi konselor akan memberikan pelayanan
konseling berdasarkan sudut pandang budayanya sendiri tanpa mempertimbangkan
latar belakang budaya klien dan jelas kalau seorang konselor memandang semua
budaya itu dari sudut pandang dia sendiri, maka hasilnya konselor tidak akan
masuk ke dalam frame of reference atau ke dalam diri klien sehingga
penyelesaian masalah tidak akan tepat, dan proses konseling akan terkungkung
pada budaya konselor.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penerapan konseling lintas budaya hendaknya mengharuskan konselor yang peka dan
tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya antar
kelompok klien yang satu dengan kelompok klien lainnya, dan antara konselor
sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi diversitas budaya
terhadap proses konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin
menimbulkan masalah dalam interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Masalah bisa muncul akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Sangat
mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan,
yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya yang ada di lingkungan individu,
serta tuntutan-tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu.
B.
Saran
Makalah ini jauh dari
kesempurnaan,kritikan dan masukan dari pembaca dapat menambah kesempurnaan dari
makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua
terutama bagi penulis.
KEPUSTAKAAN
Dewantara,
KH. 1977. Pendidikan 9(cetakan kedua). Yogyakarta: Majalis Luhur Persatuan
Taman Siswa.
Koentjaraningrat.
1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Herr,
Edmin (ed). 1989. Counseling in a Dynamic Society: opportunities and chalenges.
American Association for Counseling and Development.
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_lintas_budaya
http://mhikkyu.blogspot.com/2011/10/psikologi-lintas-budaya.html
Ritzer, G. :Kramer, K. W.
C.:dan Yetman, N.R. 1979. Sociology:Experiencing A Changing Society. Boston:
Allyn and Bacon
0 komentar:
Post a Comment