Banner 468 x 60px

 

Wednesday, September 4, 2013

Makalah Konseling Lintas Budaya

0 komentar


KATA PENGANTAR
            Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, dengan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang  berjudul “Memahami Makna Budaya”.
Dalam penulisan makalah ini bertujuan sebagai bahan pengetahuan bagi mahasiswa sebagai calon seorang konselor yaitu memahami ragam budaya yang dapat mempengaruhi perilaku individu dan kelompok. Dengan adanya pengetahuan tersebut mahasiswa dapat memahami dan menunjukan sikap penerimaan terhadap perbedaan sudut pandang antara konselor dan klien.
Penulis menyadari penulisan makalah ini sangat jauh dari sempurna, sehingga kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan penulisan yang akan datang.

                                                                                                                       






DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar .................................................................................................. i
Daftar Isi ............................................................................................................. ii
BAB   I    PENDAHULUAN ............................................................................. 1  
A.   Latar Belakang ............................................................................... 1
B.   Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C.   Tujuan ............................................................................................ 2
BAB  II   MEMAHAMI MAKNA BUDAYA.................................................. 3  
A.   Pengertian Budaya ......................................................................... 3
B.   Makna Lintas Budaya .................................................................... 6
C.   Anthropologi .................................................................................. 8
D.   Psikologi dan Sosiologi .................................................................. 9
BAB III   KESIMPULAN ................................................................................. 11
A.   Kesimpulan .................................................................................... 11
B.   Saran............................................................................................... 11
Daftar Pustaka ................................................................................................... 12



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memicu lajunya perkembangan peradaban manusia, yang berdampak pada mobilitas penduduk, modal, nilai dan ideologi dsb. dari suatu tempat ke tempat yang lain. Akibatnya, tercipta suatu pemukiman dengan beragam budaya. Keragaman budaya ini pada kondisi normal dapat menumbuhkan keharmonisan hidup, namun dalam kondisi bermasalah dapat menimbulkan hambatan dalam berkomunikasi dan penyesuaian antar budaya.
Adanya keragama budaya merupakan realitas hidup, yang tidak dapat dipungkiri mempengaruhi perilaku individu dan seluruh aktivitas manusia, yang termasuk di dalamnya adalah aktivitas konseling. Karena itu, dalam melakukan konseling, sangat penting untuk mempertimbangkan budaya yang ada. Namun, dalam kenyataannya, kesadaran budaya dalam praktek konseling masih sangat kurang. Hal ini sangat berbahaya konseling yang tidak mempertimbangkan budaya klien yang berbeda akan merugikan klien. Menurut Freire, pendidikan yang tidak melihat budaya klien adalah pendidikan yang menindas. Kesadaran budaya harus menjadi tujuan pendidikan, termasuk konseling yang lebih mengena.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan apa yang tedapat di dalam latar belakang masalah, maka yang menjadi rumusan masalah di sini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan budaya ?
2.      Apa yang dimaksud dengan lintas budaya?
3.      Bagaimana hubungan konseling lintas budaya dengan ilmu lain ?

C.    Tujuan
Sesuai dengan apa yang terdapat dalam latar belakang masalah, rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan pembuatan makalah ini adalah:
1.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep budaya.
2.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang konsep konseling lintas budaya.
3.      Memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang hubungan konseling lintas budaya dengan ilmu lain..








BAB II
MEMAHAMI MAKNA BUDAYA
1.      Pengertian Budaya
Istilah budaya berasal dari kata “budaya” yang berarti “pikiran, akal, budi, adat istiadat yang sudah menjadi kebiasaan, sehingga sukar untuk diubah”. Kebudayaan itu sendiri berarti “hasil kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kesenian, kepercayaan dan adat istiadat” (kamus besar bahasa Indonesia, 1998:149). Menurut Koetjaraningrat (1997: 94) menjelaskan budaya dapat dimaknai sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia yang diperoleh dari hasil belajar dalam kehidupan masyarakat, yang dijadikan milik manusia itu sendiri. Berkaitan dengan hal itu, tingkah laku individu sebgai anggota masyarakat terkait dengan budaya yang diwujudkan dalam berbagai pranata. Pranata tersebut berfungsi sebagai mekanisme kontrol bagi tingkahlaku manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Manusia tidak dapat terlepas dari budaya, keduanya saling memberikan pengaruh. Pengaruh budaya terhadap kepribadian individu akan terlihat pada perilaku yang ditampilkan. Bagaimana hubungan manusia dengan kebudayaan sebenarnya banyak dikaji dan dianalisis oleh ilmu antropologi. Sedangkan bagaimana individu berperilaku akan banyak disoroti dari sudut tinjauan psikologi. Manusia adalah miniatur kebudayaannya. Oleh karena itu, tingkah laku manusia perlu dijelaskan bukan hanya dari sudut pandang individu itu sendiri, melainkan juga dari sudut pandang budayanya, outside dan within him (Kneller, 1978). Manusia adalah produk dan sekaligus pencipta aktif suatu kelompok sosial, organisasi, budaya dan masyarakat. Sebagai produk, manusia memiliki ciri-ciri dan tingkah laku yang dipelajari dari konteks sosialnya. Sebaliknya sebagai pencipta yang aktif manusia juga memberikan kontribusinya kepada perkembangan budayanya (Ritzer, Kammeyer, dan Yetman, 1979).
Tokoh pendidikan nasional bapak Ki Hajar Dewantara (1977) memberikan definisi budaya sebagai berikut: Budaya berarti buah budi manusia, adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat, yakni alam dan jaman (kodrat dan masyarakat), dalam mana terbukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai bagal rintangan dan kesukaran didalam hidup penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan, yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Pendapat Ki Hajar Dewantara diperkuat oleh Soekanto (1997) dan Ahmadi (1996) yang mengarahkan budaya dari bahasa sanskerta yaitu buddhayah yang merupakan suatu bentuk jamak kata "buddhi" yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal hal yang bersangkutan dengan budi atau akal". Lebih ringkas, Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, mendefinisikan kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. Dari definisi di atas, tampak bahwa suatu budaya tertentu akan mempengaruhi kehidupan masyarakat tertentu (walau bagaimanapun kecilnya). Dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu:
1.    Merupakan produk budidaya manusia,
2.    Menentukan ciri seseorang,
3.    Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Pelayanan konseling hakikatnya merupakan proses pemberian bantuan dengan penerapkan prinsip-prinsip psikologi. Secara praktis dalam kegiatan konseling akan terjadi hubungan antara satu dengan individu lainnya (konselor dengan klien). Dalam hal ini individu tersebut berasal dari lingkungan yang berbeda dan memiliki budayanya masing-masing. Oleh karena itu dalam proses konseling tidak dapat dihindari adanya keterkaitan unsur-unsur budaya.
Lebih jelas Clemon E. Vontres mengemukakan bahwa jika konselor dan klien merasakan persamaan budaya meskipun sebenarnya secara budaya mereka berbeda maka interaksi tersebut tidak boleh dinamakan konseling lintas budaya. Sebaliknya jika konselor dan klien secara budaya sama tetapi masing-masing mereka merasa berbeda budaya maka interaksinya dapat dinamakan lintas budaya. Jadi dalam konseling lintas budaya, yang menjadi standar adalah interaksi yang terjadi dalam hubungan konseling dan bagaimana interaksi dirasakan serta dihayati oleh konselor dan klien. Jika dalam interaksi itu dirasakan adanya perbedaan-perbedaan secara budaya maka interaksi tersebut dinamakan konseling lintas budaya. Dengan demikian dalam konseling lintas budaya perbedaan antara konselor dan klien bukan hanya terletak pada adanya perbedaan bangsa saja, tetapi juga mencakup perbedaan aspek-aspek kebudayaan yang lebih luas.
B.   Makna Lintas Budaya
Lintas Budaya dekat sekali dengan isu-isu otonomi daerah, pluralisme ada multikulturalisme yang sedang hangat saat ini. Itu tidak hanya mengandung unsur-unsur kelokalan tapi juga bisa dikategorikan studi hubungan internasional apabila levelnya adalah internasional dan lintas negara.
Lintas Budaya adalah studi ilmiah tentang perilaku manusia dan proses mental, termasuk variabilitas dan invarian, di bawah kondisi budaya yang beragam. Melalui memperluas metodologi penelitian untuk mengenali variasi budaya dalam perilaku, bahasa dan makna, ia berusaha untuk memperpanjang, mengembangkan dan mengubah psikologi.
Menurut Seggal, Dasen dan Poortinga (1990) psikologi lintas budaya adalah kajian ilmiah mengenai perilaku manusia dan penyebarannya, sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Pengertian ini mengarahkan perhatian pada dua hal pokok, yaitu keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara perilaku individu dengan konteks budaya, tempat perilaku terjadi.
Menurut Triandis, Malpass dan Davidson (1972) psikologi lintas budaya mencakup kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang diperlukan agar menjadi universal. Sementara Brislin, Lonner dan Thorndike (1973) menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat diramalkan dan signifikan. Triandis (1980) mengungkapkan bahwa psikologi lintas budaya berkutat dengan kajian sistematik mengenai perilaku dan pengalaman sebagaimana pengalaman itu terjadi dalam budaya yang berbeda, yang dipengaruhi budaya atau mengakibatkan perubahan-perubahan dalam budaya yang bersangkutan.
Dalam mendefinisikan konseling lintas budaya, kita tidak akan dapat lepas dari istilah konseling dan budaya. Pada paparan paparan terdahulu telah disajikan secara lengkap mengenai pengertian konseling dan pengertian budaya.
Dalam pengertian konseling terdapat empat elemen pokok yaitu:
1)    Adanya hubungan,
2)    Adanya dua individu atau lebih,
3)    Adanya proses,
4)    Membantu individu dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan.
Sedangkan dalam pengertian budaya, ada tiga elemen yaitu :
1)    Merupakan produk budidaya manusia,
2)    Menentukan ciri seseorang,
3)    Manusia tidak akan bisa dipisahkan dari budayanya.
Konseling lintas budaya (cross-culture counseling) mempunyai arti suatu hubungan konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakang budaya, nilai nilai dan gaya hidup (Sue et al dalam Suzette et all 1991; Atkinson, dalam Herr, 1939). Definisi singkat yang disampaikan oleh Sue dan Atkinson tersebut ternyata telah memberikan definisi konseling lintas budaya secara luas dan menyeluruh.
C.   Antropologi
Antropologi berasal dari kata Yunani anthropos yang berarti manusia atau orang, dan logos yang berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial.
Menurut Koentjaraningrat, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.
Jadi perbedaan Psikologi lintas budaya dengan Antropologi adalah Psikologi lintas budaya  melihat persamaan dan perbedaan dalam fungsi individu secara psikologis, dalam berbagai budaya dan kelompok etnik sedangkan Antropologi melihat bagaimana manusia dalam suatu masyarakat melahirkan suatu kebudayaan.
D.    Psikologi dan Sosiologi
Psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno yang terdiri dari kata psyche berarti jiwa dan logos berarti ilmu dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental
Sosiologi ilmu yang mempelajari apa yang sedang terjadi saat ini, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu.
Contoh : kebudayaan hindu budha adanya kontak dagang antara indonesia dengan india maka mengakibatkan adanya kontak budaya yang menghasilkan bentuk-bentuk akulturasi kebudayaan baru tetapi tidak melenyapkan kebudayaan sendiri.
Dalam bimbingan konseling lintas budaya, ketiga disiplin ilmu tersebut yaitu Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.Dan Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial. Serta Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Dan ketiga disiplin ilmu tersebut memiliki sumbangsi yang sangat besar sekali kepada konselor, dalam bimbingan dan konseling sudah barang tentu konselor atau klien memiliki corak budaya yang berbeda, maka sangatlah penting sekali konselor memahami manusia sebagai mahkluk yang berbudaya dan budaya ini akan tercermin dalam bentuk tingkah laku individu.
Pada prinsipnya semua ini merupakan cara untuk menghindari “Encapsulated” pada diri konselor yaitu konselor yang berkungkung pada budaya sendiri, sehingga setiap masalah yang terjadi konselor akan memberikan pelayanan konseling berdasarkan sudut pandang budayanya sendiri tanpa mempertimbangkan latar belakang budaya klien dan jelas kalau seorang konselor memandang semua budaya itu dari sudut pandang dia sendiri, maka hasilnya konselor tidak akan masuk ke dalam frame of reference atau ke dalam diri klien sehingga penyelesaian masalah tidak akan tepat, dan proses konseling akan terkungkung pada budaya konselor.










BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Penerapan konseling lintas budaya hendaknya mengharuskan konselor yang peka dan tanggap terhadap adanya keragaman budaya dan adanya perbedaan budaya antar kelompok klien yang satu dengan kelompok klien lainnya, dan antara konselor sendiri dengan kliennya. Konselor harus sadar akan implikasi diversitas budaya terhadap proses konseling. Budaya yang dianut sangat mungkin menimbulkan masalah dalam interaksi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Masalah bisa muncul akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Sangat mungkin masalah terjadi dalam kaitannya dengan unsur-unsur kebudayaan, yaitu budaya yang dianut oleh individu, budaya yang ada di lingkungan individu, serta tuntutan-tuntutan budaya lain yang ada di sekitar individu. 

B.     Saran
Makalah ini jauh dari kesempurnaan,kritikan dan masukan dari pembaca dapat menambah kesempurnaan dari makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi penulis.



KEPUSTAKAAN
Dewantara, KH. 1977. Pendidikan 9(cetakan kedua). Yogyakarta: Majalis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Herr, Edmin (ed). 1989. Counseling in a Dynamic Society: opportunities and chalenges. American Association for Counseling and Development.
http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_lintas_budaya
http://mhikkyu.blogspot.com/2011/10/psikologi-lintas-budaya.html
Ritzer, G. :Kramer, K. W. C.:dan Yetman, N.R. 1979. Sociology:Experiencing A Changing Society. Boston: Allyn and Bacon







0 komentar:

Post a Comment