BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Remaja berada dalam periode yang banyak
mengalami masalah, baik masalah pertumbuhan dan perkembangan, maupun masalah
penyesuaian diri dengan teman sebaya, orang dewasa, dan masyarakat luas.
Masalah pertumbuhan remaja misalnya bingung dan
karena kematangan hormon seks seperti haid bagi wanita dan pengeluaran
mani bagi pria. Masalah perkembangan, misalnya dalam perkembangan sosial,
remaja mulai tertarik terhadap lawan jenis, sedangkan mereka malud dan kurang
percaya diri untuk membina hubungan yang akrab, sehingga dapat menimbulkan
konflik.
Gejolak emosi remaja yang cenderung tinggi
perlu dipahami oleh para pendidik khususnya orang tua dan guru yaitu dengan
menghindari hal-hal yang dapat memunculkan emosi negatif seperti marah, kecewa,
dan cemas. Hal-hal yang paling banyak menyebabkan emosi negatif ini adalah
masalah sosial seperti hubungan dengan orang tua, guru,dan teman sebaya.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
permasalahan yang ada dalam latar belakang diatas, ada beberapa rumusan masalah
yang perlu dikaji, diantaranya:
1. Apa
pengertian emosi?
2. Apa
saja jenis dan ciri emosi?
3. Apa
saja faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi?
4. Apa
perbedaan individual dalam perkembangan emosi?
5. Bagaimana
usaha guru mengembangkan emosi positif remaja?
6. Bagaimana
upaya mengembangkan emosi remaja implikasinya bagi pendidikan?
C.
Tujuan
Penulisan
Dari rumusan masalah di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui
pengertian emosi
2. Mengetahui
jenis dan ciri emosi
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi
4. Mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan emosi
5. Mengetahui
usaha guru mengembangkan emosi positif remaja
6. Mengetahui
upaya mengembangkan emosi remaja implikasinya bagi pendidikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Emosi
Beberapa
definisi mengenai emosi menurut para ahli (dalam Mohammad Ali, dkk;2011) adalah
sebagai berikut:
1. Daniel
Goleman (1995)
Memaknai
emosi sebagai kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
mental yang hebat dan meluap-luap. Lebih lanjut, Daniel Goleman (1995)
mengatakan bahwa emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan
untuk bertindak.
2. Chaplin
(1989)
Mendefinisikan
emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan
perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan perasaan, dan dia
mendefinisikan perasaan (feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan
baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan jasmaniah.
Hathersall,
1985 (dalam Mudjiran,2007) merumuskan pengertian emosi sebagai situasi
psikologis yang merupakan pengalaman subjektif yang dapat dilihat dari reaksi
wajah dan tubuh.
Menurut
Mudjiran (2007) mendefinisikan emosi sebagai suatu reaksi psikologis yang
ditampilkan dalam bentuk tingkah laku gembira, bahagia, sedih, berani, takut,
marah, muak, haru, cinta, dan sejenisnya. Sementara itu, Sunarto, dkk. (2008)
mendefinisikan emosi adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan berwujud suatu tingkah
laku yang tampak.
Mohammad Ali, dkk. (2011) menyatakan bahwa
emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan, nafsu serta
kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan
psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk bertindak.
B.
Jenis
dan Ciri-Ciri Emosi
Luella
Cole, 1963 (dalam Mudjiran 2007) mengemukakan bahwa ada tiga jenis emosi yang
menonjol pada periode ramaja, yaitu sebagai berikut:
a. Emosi
Marah
Emosi
marah lebih mudah timbul apabila dibandingkan dengan emosi lainya dalam
kehidupan remaja. Penyebab timbulnya emosi marah pada remaja ialah apabila
mereka direndahkan, dipermalukan, dihina, atau dipojokkan dihadapan
kawan-kawannya.
b. Emosi
Takut
Emosi
takut banyak menyangkut dengan ujian yang akan diikuti, sakit, kekurangan uang,
rendahnya prestasi, tidak dapat pekerjaan atau kehilangan pekerjaan, keluarga
yang kurang harmonis, tidak populer dimata lawan jenis, tidak dapat pacar,
memikirkan kondisi fisik yang tidak seperti diharapkan.
c. Emosi
Cinta
Emosi
cinta telah ada semenjak masa bayi dan terus berkembang sampai dewasa. Pada
masa remaja, rasa cinta diarahkan kepada lawan jenis. Pada masa bayi rasa cinta
diarahkan pada orang tua terutama kepada ibu.
Daniel
Goleman, 1995 (dalam Mohammad Ali, dkk; 2011) mengidentifikasi sejumlah
kelompok emosi, yaitu sebagai berikut:
1. Amarah,
didalamnya meliputi brutal, mengamuk, benci, marah besar, jengkel, kesal hati,
terganggu, rasa pahit, berang, tersinggung, bermusuhan, dan tindak kekerasan.
2. Kesedihan,
didalamnya meliputi pedih, sedih, muram, suram, melankolis, mengasihani diri,
kesepian, ditolak, putus asa dan depresi.
3. Rasa
takut, didalamnya meliputi cemas, takut, gugup, khawatir, waswas, perasaan
takut sekali, sedih, waspada, tidak tenang, ngeri, kecut, panik dan fobia.
4. Kenikmatan,didalamnya
meliputi bahagia, gembira, ringan puas, riang, senang, terhibur, bangga,
kenikmatan indrawi, takjub, terpesona, puas, rasa terpenuhi, girang, senang
sekali, dan mania.
5. Cinta,
didalamnya meliputi penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa
dekat, bakti, hormat, kasmaran, dan kasih sayang.
6. Terkejut,
didalamnya meliputi terkesiap, takjub, dan terpana.
7. Jengkel,
didalamnya meliputi hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, dan mau muntah.
8. Malu,
didalamnya meliputi rasa bersalah, malu hati, kesal hati, menyesal, hina, aib,
dan hati hancur lebur.
Biehler,
1972(dalam Sunarto, dkk; 2008) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua
rentang usia, yaitu usia 12-15 tahun dan usia 15-18 tahun.
v Ciri-ciri
emosional remaja berusia 12-15 tahun:
1) Pada
usia ini seorang siswa/anak cenderung banyak murung dan tidak dapat diterka.
Sebagian kemurungan sebagai akibat dari perubahan-perubahan biologis dalam
hubunganya dalam kematangan seksual dan sebagian karena kebingungannya dalam
menghadapi apakah ia masih sebagai anak-anak atau sebagai seorang dewasa.
2) Siswa
mungkin bertingkah laku kasar untuk menutupi kekurangan dalam hal percaya diri.
3) Ledakan-ledakan
kemarahan mungkin bisa terjadi. Hal ini seringkali terjadi sebagai akibat dari
kombinasi ketegangan psikologis, ketidakstabilan biologis, dan kelelahan karena
bekerja terlalu keras atau pola makan yang tidak tepat atau tidur yang tidak cukup.
4) Seorang
remaja cenderung tidak toleran terhadap orang lain dan membenarkan pendapat
sendiri yang disebabkan kurangnya rasa percaya diri. Mereka mempunyai pendapat
bahwa ada jawaban-jawaban absolut dan bahwa mereka mengetahuinya.
5) Siswa-siswi
di SMP mulai mengamati orang tua dan guru-guru mereka secara lebih objektif dan
mungkin menjadi marah apabila mereka ditipu dengan gaya guru bersikap serba
tahu (maha tahu).
v Ciri-Ciri
emosional remaja usia 15-18 tahun:
1) “pemberontakan”
remaja merupakan pernyataan-pernyataan/ekspresi dari perubahan yang universal
dari masa kanak-kanak ke dewasa.
2) Karena
bertambahnya kebebasan mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan
orang tua mereka. Mereka mungkin mengharapkan simpatik dan nasehat orang tua atau
guru.
3) Siswa
pada usia ini seringkali melamun, memikirkan masa depan mereka. Banyak di
antara mereka terlalu tinggi menafsir kemampuan mereka sendiri dan merasa
berpeluang besar untuk memasuki pekerjaan dan memegang jabatan tertentu.
Sunarto,
dkk. (2008), menjelaskan bahwa pada saat terjadi emosi seringkali terjadi
perubahan-perubahan pada fisik, antara lain:
1) Reaksi
elektris pada kulit; meningkat bila terpesona.
2) Peredaran
darah; bertambah cepat bila marah.
3) Denyut
jantung; bertambah cepat bila terkejut.
4) Pernafasan;
bernafas panjang kalau kecewa.
5) Pupil
mata; membesar bila marah.
6) Liur;
mengering kalau takut atau tegang.
7) Bulu
roma; berdiri kalau takut.
8) Pencernaan;
mencret-mencret kalau tegang.
9) Otot;
ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot menegang atau bergetar (tremor).
10) Komposisi darah; komposisi darah akan ikut
berubah karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
C.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi Remaja
Menurut
Mohammad Ali, dkk (2011) ada sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi remaja, yaitu sebagai berikut:
1. Perubahan
Jasmani
Perubahan
jasmani yang ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang sangat cepat dari
anggota tubuh pada taraf permulaan pertumbuhan ini hanya terbatas pada
bagian-bagian tertentu saja yang mengakibatkan postur tubuh menjadi tidak
seimbang ketidakseimbangan tubuh ini sering mempunyai akibat yang tak terduga pada
perkembangan emosi remaja.
2. Perubahan
Pola Interaksi dengan Orang Tua
Pola
asuh orang tua terhadap anak, termasuk remaja, sangat bervariasi. Ada pola asuh
menurut apa yang dianggap terbaik oleh dirinya sendiri saja sehingga ada yang
bersifat otoriter, memanjakan anak, acuh tak acuh, tetapi ada juga yang dengan
penuh cinta kasih.
3. Perubahan
Interaksi dengan Teman Sebaya
Remaja
seringkali membangun interaksi sesama teman sebayanya secara khas dengan cara
berkumpul untuk melakukan aktivitas bersama dengan membentuk semacam geng.
Interaksi antar anggota dalam suatu kelompok geng biasanya sangat intem serta
memiliki kohesivitas dan solidaritas yang sangat tinggi. Tujuan pembentukan
kelompok dalam bentuk geng, yaitu untuk memenuhi minat mereka bersama. Faktor
yang sering menimbulkan masalah emosi pada masa ini adalah hubungan cinta
dengan teman lawan jenis.
4. Perubahan
Pandangan Luar
Ada
sejumlah perubahan pandangan dunia luar yang dapat menyebabkan konflik-konflik
emosional dalam diri remaja, yaitu sebagai berikut:
a. Sikap
dunia luar terhadap remaja sering tidak konsisten.
b. Dunia
luar atau masyarakat masih menerapkan nilai-nilai yang berbeda untuk remaja
laki-laki dan perempuan.
c. Seringkali
kekosongan remaja dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab,
yaitu dengan cara melibatkan remaja tersebut dalam kegiatan-kegiatan yang
merusak dirinya dan melanggar nilai-nilai moral.
5. Perubahan
Interaksi dengan Sekolah
Para
guru disekolah merupakan tokoh yang sangat penting dalam kehidupan remaja karna
selain tokoh intelektual, guru juga merupakan tokoh otoritas bagi para peserta
didiknya. Posisi guru semacam ini sangat srategis apabila digunakan untuk
pengembangan emosi anak melalui penyampaian materi-materi yang positif dan
konstruktif.
Namun
demikian, tidak jarang terjadi bahwa dengan figur sebagai tokoh tersebut, guru
memberikan ancaman-ancaman tertentu kepada peserta didiknya. Peristiwa tersebut
dapat menambah permusuhan dari anak-anak setelah menginjak masa remaja.
Cara-cara seperti ini akan memberikan stimulus negatif bagi perkembangan emosi
anak.
Hurlock,
1960 (dalam Sunarto, dkk; 2008) mengemukakan bahwa perkembangan emosi remaja
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar. Sunarto, dkk (2008) mengemukakan bahwa kegiatan belajar turut
menunjang perkembangan emosi. Metode belajar yang dapat menunjang perkembangan
emosi, antara lain:
a. Belajar
dengan coba-coba
b. Belajar dengan cara meniru
c. Belajar
dengan cara mempersamakan diri (learning by identification)
d. Belajar
melalui pengkondisian
e. Pelatihan
atau belajar di bawah bimbingan dan pengawasan, terbatas pada aspek reaksi.
Hurlock,
1980 dan Cole, 1963 (dalam Elida Prayitno, 2006) menyatakan beberapa penyebab yang sering menimbulkan
emosi negatif yaitu:
a. Memperlakukan
remaja sebagai anak kecil sehingga mereka merasa harga dirinya dilecehkan.
b. Dihalangi
membina keakraban dengan lawan jenis.
c. Terlalu
sering disalahkan atau dikritik.
d. Mersa
diperlakukan secara tidak adil.
e. Merasa
kebutuhan mereka tidak dipenuhi oleh orang tua.
f. Diperlakukan
secara otoriter, seperti dituntut harus patuh, lebih banyak dicela, dihukum dan
dihina.
Menurut
Elida Prayitno (2006) remaja yang mengalami gangguan emosi akan menyebabkan
mereka bertingkah laku nakal. Beberapa sebab gangguan emosi yang dialami remaja
adalah sebagai berikut:
a. Merasa
kebutuhan fisik mereka tidak terpenuhi secara layak sehingga timbul
ketidakpuasan, kecemasan dan kebencian terhadap nasib mereka sendiri.
b. Merasa
dibenci, disia-siakan dan tidak diterima oleh siapapun termasuk orang tua
mereka sendiri.
c. Merasa
lebih banyak dirintangi, dibantah, dihina, serta dipatahkan dari pada disokong,
disayangi dan ditanggapi khususnya mengenai ide-ide mereka.
d. Merasa
tidak mampu atau bodoh
e. Merasa
tidak senang terhadap kehidupan keluarga mereka yang tidak harmonis.
f. Merasa
menderita dan iri yang mendalam terhadap saudara-saudara kandung karena
dibedakan dan diperlakukan secara tidak adil.
D.
Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Emosi
Sunarto,
dkk. (2008), menjelaskan bahwa semua emosi di ekspresikan secara lebih lunak
karena mereka telah mempelajari reaksi orang lain terhadap luapan emosi yang
berlebihan, sekalipun emosi itu berupa kegembiraan atau emosi yang
menyenangkan. Selain itu karena anak-anak mengekang sebagian ekspresi emosi
mereka, emosi tersebut cenderung bertahan lebih lama dari pada jika emosi itu
diekspresikan secara lebih terbuka. Oleh sebab itu, ekspresi emosional mereka
menjadi berbeda-beda.
Perbedaan
itu sebagian disebabkan oleh keadaan fisik anak pada saat itu dan taraf
kemampuan intelektualnya, dan sebagian lagi disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Anak yang sehat cenderung kurang emosional dibandingkan dengan anak yang kurang
sehat.
Cara
mendidik yang otoriter mendorong perkembangan emosi kecemasan dan takut,
sedangkan cara mendidik yang permisif atau demokratis mendorong berkembnagnya
semangat dan rasa kasih sayang. Anak anak dari keluarga yang berstatus sosial
ekonomi rendah cenderung lebih mengembangkan rasa takut dan cemas dibandingkan
dengan mereka yang berasal dari keluarga berstatus sosial ekonomi tinggi.
E.
Usaha
Guru Mengembangkan Emosi Positif Remaja
Menurut
Mudjiran (2007) untuk mengembangkan emosi positif dalam diri siswa atau anak,
orang tua maupun guru hendaknya melaksanakan hal-hal sebagai berikut:
1. Orang
tua dan guru serta orang dewasa lainya dalam lingkungan anak (significant
person) hendaknya dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi-emosi
negatif, sehingga tampilanya tidak meledak-ledak.
2. Adanya
program latihan beremosi baik di sekolah maupun di dalam keluarga.
3. Mempelajari
dan mendiskusikan secara mendalam kondisi-kondisi yang cenderung menimbulkan
emosi negatif, dan upaya-upaya menanggapi secara lebih baik.
F.
Upaya
Mengembangkan Emosi Remaja Implikasinya bagi Pendidikan
Intervensi
pendidikan untuk mengembangkan emosi remaja agar dapat mengembangkan kecerdasan
emosional, salah satu diantaranya dengan menggunakan intervensi yang
dikemukakan oleh W.T. Grant Consortium (dalam
Mohammad Ali, dkk; 2011) tentang “Unsur-Unsur Aktif Program Pencegahan”, yaitu
sebagai berikut:
1. Pengembangan
Keterampilan Emosional
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan
keterampilan emosional individu adalah:
a. Mengidentifikasi
dan memberi nama atau label perasaan
b. Mengungkapkan
perasaan
c. Menilai
intensitas perasaan
d. Mengelola
perasaan
e. Menunda
pemuasan
f. Mengendalikan
dorongan hati
g. Mengurangi
stres
h. Memahami
perbedaan antar perasaan dan tindakan.
2. Pengembangan
Keterampilan Kognitif
Cara
yang dapat dilakukan untuk mengembangkan keterampilan kognitif individu adalah
sebagai berikut:
a. Belajar
melakukan dialog batin sebagai cara untuk menghadapi dan mengatasi masalah atau
memperkuat perilaku diri sendiri.
b. Belajar
membaca dan menafsirkan isyarat-isyarat sosial.
c. Belajar
menggunakan langkah-langkah penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan.
d. Belajar
memahami sudut pandang orang lain (empati).
e. Belajar
memahami sopan santun
f. Belajar
bersikap positif terhadap kehidupan
g. Belajar
mengembangkan kesadaran diri
3. Pengembangan
Keterampilan Perilaku
Cara yang dapat dilakukan
untuk mengembangkan perilaku individu adalah sebagai berikut:
a. Mempelajari
komunikasi nonverbal
b. Mempelajari
keterampilan komunikasi verbal
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, perasaan, nafsu serta kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang
khas, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecendrungan untuk
bertindak. Adapun faktor-faktor yang mmpengaruhi perkembangan emosi, yaitu
perubahan jasmani, perubahan pola interaksi dengan orang tua, perubahan
interaksi dengan teman sebaya, perubahan pandangan luar, dan perubahan
interaksi dengan sekolah.
Usaha-usaha guru untuk mengembangkan emosi positif dalam
diri siswa, yaitu guru dapat menjadi model dalam mengekspresikan emosi negatif,
program latihan beremosi, dan mempelajari dan mendiskusikan kondisi yang
menimbulkan emosi negatif. Sedangkan, upaya untuk mengembangkan emosi remaja
yaitu dengan pengembangan keterampilan emosional, pengembangan keterampilan kognitif, dan pengembangan keterampilan
perilaku.
B.
Saran
Dalam mengembangkan emosi remaja guru dapat bekerjasama
dengan orang tua, sehingga remaja dapat meningkatkan emosi positif remaja.
Melalui upaya pengembangan emosi tersebut dapat meminimalkan atau mengendalikan
emosi-emosi yang bersifat negatif, serta untuk lebih dapat mengenali
emosi-emosi anak didik yang perlu dikembangkan.
KEPUSTAKAAN
Elida
Prayitno. 2006. Psikologi Perkembangan
Remaja. Padang: Angkasa Raya.
Mohammad
Ali, dkk. 2011. Psikologi Remaja
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mudjiran.
2007. Perkembangan Peserta Didik.
Padang: UNP Press.
Sunarto,
dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: Rineka Cipta.
0 komentar:
Post a Comment